Puasa Ramadhan Menurut Al-Quran Dan Hadits

00.28 Paman Abu 0 Comments


Diriwayatkan dari Anas ra, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: "Apabila ada sesuatu dari urusan duniamu, maka kamu lebih tahu tentanghal itu. Jika ada urusan dienmu, maka akulah tempat kembalinya (ikuti aku)." (H.R Ahmad).

Dirwayatkan dari 'Aisyah ra, Rasulullah SAW telah bersabda: "Barangsiapa melakukan perbuatan yang bukan perintah kami, maka ia tertolak (tidak diterima)." Dan dalam riwayat lain: "Barangsiapa yang mengada-adakan dalam perintah kami ini yang bukan dari padanya, maka ia tertolak." Sementara dalam riwayat lain: "Barangsiapa yang berbuat sesuatu urusan yang lain daripada perintah kami, maka ia tertolak." (HR. Ahmad Bukhary dan Abu Dawud).

Kandungan dua hadits shahih di atas menerangkan dengan jelas dan tegas bahwa segala perbuatan, amalan-amalan yang hubungannya dengan dien, atau syari'at, terutama dalam masalah ubudiyah wajib menuruti panduan dan petunjuk yang telah digariskan oleh Rasulullah SAW. Tidak boleh ditambah, dan, atau, dikurangi, meskipun menurut fikiran kita rasanya lebih baik. Di antara cara syaitan menggoda ummat Islam ialah membisikkan suatu tambahan dalam urusan Dien. Sayangnya, perkara ini dianggap sepele, enteng dan remeh oleh kebanyakan kita. Padahal perbuatan seperti itu merupakan suatu kerusakan yang amat fatal dan berbahaya. Sabda Rasulullah SAW:

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, katanya: "Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW berkhutbah kepada manusia pada waktu haji Wada', dan beliau bersabda: "Sesungguhnya Syaitan telah berputus asa (dalam berusaha) agar ia disembah di bumimu ini. Tetapi ia ridha apabila (bisikannya) ditaati dalam hal selain itu; yakni suatu amalan yang kamu anggap remeh dari amalan-amalan kamu, berhati-hatilah kamu sekalian. Sesungguhnya aku telah meninggalkan untukmu, yang jika kamu berpegang kepadanya niscaya kamu sekalian tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya." (HR. Hakim).

Dengan demikian dapat difahami bagaimana Rasulullah SAW mengingatkan kita agar selalu waspada terhadap bujuk rayu syaitan untuk beramal dengan menyalahi tuntunan Nabi, sekalipun hal itu nampak remeh.

Diriwayatkan dari Ghudwahaif bin Al-Harits ra, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: "Setiap suatu kaum mengadakan Bid'ah, pasti saat itu diangkat (dihilangkan) sunnah semisalnya. Maka berpegang teguh kepada sunnah itu lebih baik daripada mengadakan bid'ah." (H.R Ahmad).

Jadi, ketika amalan bid'ah ditimbulkan, betapapun kecilnya, maka pada saat yang sama sunnah tentang perkara itu telah dimusnahkan. Sehingga lama kelamaan yang nampak dalam dien ini pada akhirnya hanyalah perkara bid'ahnya sedangkan yang sesungguhnya sunnah telah tertutup. Dan pada saat itulah ummat Islam akan menjadi lemah dan mudah dikuasai oleh musuh-musuhnya.

Insya Allah, hari-hari ini kita semua sedang menyambut kedatangan Ramadhan. Bulan yang penuh berkat di mana kita diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa sebulan penuh. Ini adalah salahsatu bagian dari rukun Islam dan merupakan amalan yang amat penting. Berkaitan dengan hal ini, maka kita harus berusaha sebaik-baiknya agar dapat menunaikan ibadah puasa ini sesempurna mungkin, benar-benar bebas dari bid'ah sesuai dengan panduan yang telah digariskan oleh Rasulullah SAW.

Untuk keperluan itulah dalam risalah yang sederhana ini akan coba diterangkan beberapa hal yang berkaitan dengan amaliah puasa Ramadhan, zakat fithrah, dan Shalat 'Ied, berdasarkan Nash-nash yang Shariih (jelas). Dalil-dalil dan KESIMPULAN dibuat agar mudah difahami hubungan antara amal dengan dalilnya. Namun seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak, maka sudah barang tentu risalah ini pun masih jauh dari sempurna. untuk menuju kesempurnaannya, bantuan dari pembaca tentu sangat kami hargai. Semoga risalah ini diterima oleh Allah sebagai Amal Shalih yang bermanfaat, terutama di akhirat nanti.
Amien.

1. MASYRU'IYAT DAN KETETAPAN PUASA RAMADHAN


1. "Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertaqwa." (QS Al-Baqarah[2]: 183).

2. "Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dengan yang bathil ), karena itu barangsiapa di antara kamu menyaksikan (masuknya bulan ini), maka hendaklah ia berpuasa." ( Al-Baqarah[2]: 185).

3. Telah bersabda Rasulullah SAW: "Islam didirikan di atas lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan Allah. Mendirikan Shalat, Mengeluarkan Zakat, Berpuasa di bulan Ramadhan, dan Menunaikan haji ke Ka'bah." (H.R Bukhari Muslim).

4. Diriwayatkan dari Thalhah bin 'Ubaidillah ra, bahwa sesungguhnya ada seorang bertanya kepada Nabi SAW, ia berkata: "Wahai Rasulullah, beritakan kepadaku puasa yang diwajibkan oleh Allah atas diriku." Beliau menjawab: "Puasa Ramadhan." Lalu orang itu bertanya lagi: "Adakah puasa lain yang diwajibkan atas diriku?" Beliau menjawab: "Tidak ada, kecuali bila engkau berpuasa Sunnah."

Kesimpulan-1:
Dari ayat-ayat dan hadits-hadits di atas kita dapat memetik pelajaran sebagai berikut:
1. Puasa Ramadhan hukumnya Fardu 'Ain (Dalil 1, 2, 3 dan 4).
2. Puasa Ramadhan disyari'atkan bertujuan untuk menyempurnakan ketaqwaan (Dalil 1).

2. KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN DAN AMAL-AMAL DI DALAMNYA

1. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW pernah bersabda: "Ketika datang bulan Ramadhan, sungguh telah datang kepadamu bulan yang penuh berkat, diwajibkan atas kamu untuk puasa, dalam bulan ini pintu Jannah dibuka, pintu Neraka ditutup, syaitan-syaitan dibelenggu. Dalam bulan ini ada suatu malam yang nilanya sama dengan seribu bulan, maka barangsiapa diharamkan kebaikannya (tidak beramal baik di dalamnya), sungguh telah diharamkan (tidak mendapat kebaikan di bulan lain seperti di bulan ini)." (H.R Ahmad, Nasai dan Baihaqy, Hadits Shahih Ligwahairihi).

2. Diriwayatkan dari Urfujah, ia berkata: "Aku berada di tempat 'Uqbah bin Furqad, maka masuklah ke tempat kami seorang dari Sahabat Nabi SAW. Ketika Utbah melihatnya ia merasa takut padanya, maka ia diam. Ia berkata: maka ia menerangkan tentang puasa Ramadhan seraya berkata: "Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda tentang bulan Ramadhan: "Di bulan Ramadhan ditutup seluruh pintu Neraka, dibuka seluruh pintu Jannah, dan dalam bulan ini Syaitan dibelenggu." Selanjutnya beliau berkata: "Dan dalam bulan ini ada malaikat yang selalu menyeru: Wahai orang yang selalu mencari amal kebaikan bergembiralah anda, dan wahai orang-orang yang berbuat kejelekan berhentilah (dari perbuatan jahat). Seruan ini terus didengungkan sampai akhir bulan Ramadhan." (Riwayat Ahmad dan Nasai)

3. Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra, sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda: "Shalat lima waktu, Shalat Jum'at sampai Shalat Jum'at berikutnya, puasa Ramadhan sampai puasa Ramadhan berikutnya, adalah menutup dosa-dosa (kecil) yang diperbuat di antara keduanya, bila dosa-dosa besar dijauhi." (H.R. Muslim)

4. "Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru, bahwa sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda: "Puasa dan Qur'an itu memintakan syafa'at seseorang hamba di hari kiamat nanti. Puasa berkata: Wahai Rabbku, aku telah mencegah dia memakan makanan dan menyalurkan syahwatnya di siang hari, maka berilah aku hak untuk memintakan syafa'at baginya. Dan berkata pula Al-Qur'an: Wahai Rabbku aku telah mencegah dia tidur di malam hari (karena membacaku), maka berilah aku hak untuk memintakan syafaat baginya. Maka keduanya diberi hak untuk memmintakan syafaat." (H.R.Ahmad, Hadits Hasan).

5. Diriwayatkan dari Sahal bin Sa'ad, sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda: "Bahwa sesungguhnya bagi Jannah itu ada sebuah pintu yang disebut Rayyaan. Pada hari kiamat dikatakan: Di mana orang yang berpuasa? (untuk masuk Jannah melalui pintu itu), jika yang terakhir di antara mereka sudah memasuki pintu itu, maka ditutuplah pintu itu." (HR. Bukhary Muslim).

6. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa puasa Ramadhan karena beriman dan ikhlas, maka diampuni dosanya yang telah lalu dan yang sekarang." (H.R Bukhary Muslim).

Kesimpulan-2:
Semua Hadits di atas memberi pelajaran kepada kita tentang keutamaan bulan Ramadhan dan keutamaan beramal di dalamnya, seperti di antaranya:

a. Bulan Ramadhan adalah:
  • Bulan yang penuh berkah,
  • Pada bulan ini pintu Jannah dibuka dan pintu neraka ditutup,
  • Pada bulan ini syaitan-syaitan dibelenggu,
  • Dalam bulan ini ada satu malam yang keutamaan beramal di dalamnya lebih baik daripada beramal seribu bulan di bulan lain, yakni malam LAILATUL QADR,
  • Pada bulan ini setiap hari ada malaikat yang menyeru menasehati siapa yang berbuat baik agar bergembira dan yang berbuat ma'shiyat agar menahandiri. (Dalil 1 dan 2).

b. Keutamaan beramal di bulan Ramadhan antara lain:
  • Amal itu dapat menutup dosa-dosa kecil antara setelah Ramadhan yang lewat sampai dengan Ramadhan berikutnya,
  • Menjadikan bulan Ramadhan memintakan syafaa't bagi pelakunya,
  • Bagi yang berpuasa disediakan pintu khusus yang bernama Rayyaan untuk memasuki Jannah. (Dalil 3, 4, 5 dan 6).

3. CARA MENETAPKAN AWAL DAN AKHIR BULAN


1. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, beliau berkata: "Manusia sama melihat Hilal (bulan sabit), maka akupun mengabarkan hal itu kepada Rasululullah SAW seraya berkata: "Sesungguhnya saya telah melihat Hilal. Maka Rasulullah SAW pn berpuasa dan memerintahkan semua orang agar berpuasa." (H.R Abu Dawud, Al-Hakim dan Ibnu Hibban – Hadits Shahih).

2. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda: "Mulailah puasa karena melihat ru'yah dan berbukalah (akhirilah puasa Ramadhan) dengan melihat ru'yah. Apabila awan menutupi pandanganmu, maka sempurnakanlah bulan Sya'ban selama Tiga Puluh hari." (HR. Bukhary Muslim).

Kesimpulan-3:
a. Menetapkan awal dan akhir bulan Ramadhan dengan melihat ru'yah, meskipun bersumber dari pemberitahuan seseorang, sepanjang berita itu adil (dapat dipercaya).
b. Jika bulan sabit (hilal) tidak terlihat karena tertutup awan misalnya, maka bilangan bulan Sya'ban digenapkan menjadi Tiga Puluh hari. (Dalil 1 dan 2).
c. Pada dasarnya ru'yah yang dilihat oleh penduduk di suatu negara berlaku untuk seluruh dunia. Hal ini berlaku jika Khilafah 'Ala Minhaajinnabiy sudah tegak (Dalil 2).
d. Selama khilafah belum tegak, maka untuk menghindarkan meluasnya perbedaan pendapat ummat Islam tentang hal ini, sebaiknya ummat Islam mengikuti ru'yah yag nampak di negeri masing-masing. (ini hanya pendapat sebagian ulama).

4. RUKUN PUASA


1. "Dan makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam." (QS. Al-Baqarah[2]:187).

2. Adiy bin Hatim berkata: "Ketika turun ayat yang artinya '".. hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam ...," lalu aku mengambil seutas benang hitam dan seutas benang putih, lalu kedua utas benang itu aku simpan di bawah bantalku. Maka pada waktu malam aku amati, tetapi tidak tampak jelas, maka aku pergi menemui Rasulullah SAW dan kuceritakan hal ini kepada beliau. Beliau pun bersabda: "Yang dimaksud adalah gelapnya malam dan terangnya siang (fajar)." (H.R.Bukhary Muslim).

3. Allah Ta'ala berfirman: "Dan tidaklah mereka diperintah, kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlashkan ketaatan untuk-Nya." (QS. Al-Bayyinah[98]:5)

4. "Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya semua amal itu harus dengan niat, dan setiap orang mendapat balasan sesuai dengan apa yang diniatkannya." ( H.R Bukhary dan Muslim).

5. Diriwayatkan oleh Hafshah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: "Barangsiapa yang tidak beniat (puasa Ramadhan) sejak malam, maka tidak ada puasa baginya." (HR. Abu Dawud – Hadits Shahih).

Kesimpulan-4:
Keterangan ayat dan hadits di atas memberi pelajaran kepada kita bahawa rukun puasa Ramadhan adalah sebagai berikut:

a. Berniat sejak malam hari (Dalil 3, 4 dan 5).
b. Menahan makan, minum, koitus (Jima') dengan isteri di siang hari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. (Dalil 1 dan 2).

5. YANG DIWAJIBKAN PUASA RAMADHAN


1. "Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian untuk berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu sekalian bertaqwa." (QS. Al-Baqarah[2]:183)

2. Diriwayatkan dari Ali ra, ia berkata: "Sesungguhnya nabi SAW telah bersabda: "Telah diangkat pena (kewajiban syar'i – taklif) dari tiga golongan. Dari orang gila sehingga dia sembuh – dari orang tidur sehingga ia bangun – dan dari anak-anak sampai ia bermimpi (dewasa)." (H.R. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi).

Kesimpulan-5:
Keterangan di atas mengajarkan kepada kita bahwa yang diwajibkan melaksanakan puasa Ramadhan adalah setiap orang yang beriman, baik pria maupun wanita, sudah baligh (dewasa) dan sehat akalnya (sadar, waras).

6. YANG DILARANG BERPUASA


1. Diriwayatkan dari 'Aisyah ra, ia berkata: "Di saat kami haidh di masa Rasulullah SAW kami dilarang puasa dan diperintahkan mengqadhanya, dan kami tidak diperintah mengqadha Shalat." (H.R Bukhary Muslim).

Kesimpulan-6:
Keterangan di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa wanita yang sedang haidh dilarang puasa sampai habis masa haidhnya, saat mana ia wajib melanjutkan puasanya. Sementara di luar Ramadhan ia wajib mengqadha puasa yag ditinggalkannya selama masa haidh.

7. YANG MENDAPAT KELONGGARAN DALAM BERPUASA


1. "(Masa yang diwajibkan kamu puasa itu ialah) bulan Ramadhan yang padanya diturunkan Al-Qur'an, menjadi pertunjuk bagi sekalian manusia, dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan pertunjuk, dan (menjelaskan) antara yang haq dengan yang bathil. Karenanya, siapa saja di antara kamu yang menyaksikan anak bulan Ramadhan (atau mengetahuinya), maka hendaklah ia puasa di bulan itu; dan siapa saja yang sakit atau dalam musafir maka (bolehlah ia berbuka, kemudian wajiblah ia puasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (Dengan ketetapan yang demikian itu) Allah menghendaki kamu beroleh kemudahan, dan Ia tidak menghendaki kamu menanggung kesukaran. Dan juga supaya kamu cukupkan bilangan puasa (sebulan Ramadhan), dan supaya kamu membesarkan Allah karena mendapat pertunjukNya, dan supaya kamu bersyukur." (QS. Al-Baqarah[2]:185.)

2. Diriwayatkan dari Mu'adz, ia berkata: "Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas nabi untuk puasa, maka DIA turunkan ayat (dalam surat Al-Baqarah 2:183-184), maka pada saat itu barangsiapa mau puasa dan barangsiapa mau memberi makan seorang miskin, keduanya diterima. Kemudian Allah menurunkan ayat lain (QS. Al-Baqarah2:185), maka ditetapkanlah kewajiban puasa bagi setiap orang mukim dan sehat dan diberi rukhsah (keringanan) untuk orang yang sakit dan bermusafir dan ditetapkan cukup memberi makan orang misikin bagi orang yang sudah sangat tua dan tidak mampu puasa." (H.R Ahmad, Abu Dawud, Al-Baihaqi dengan sanad shahih).

3. Diriwayatkan dari Hamzah Al-Islamy: "Wahai Rasulullah, aku dapati bahwa diriku kuat untuk puasa dalam safar, berdosakah saya? Maka beliau bersabda: "Hal itu adalah merupakan kemurahan dari Allah Ta'ala, maka barangsiapa yang menggunakannya maka itu suatu kebaikan dan barangsiapa yang lebih suka untuk terus puasa maka tidak ada dosa baginya." (H.R Muslim).

4. Diriwayatkan dari Sa'id Al-Khudry ra, ia berkata: "Kami bepergian bersama Rasulullah SAW ke Makkah, sedang kami dalam keadaan puasa. Selanjutnya ia berkata: Kami berhenti di suatu tempat. Maka Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya kamu sekalian sudah berada di tempat yang dekat dengan musuh kalian, dan berbuka lebih memberi kekuatan kepada kamu. Ini merupakan rukhsah." Maka di antara kami ada yang masih puasa dan ada juga yang berbuka. Kemudian kami berhenti di tempat lain. Maka beliau kembali bersabda: "Sesungguhnya besok kamu akan bertemu musuh, berbuka lebih memberi kekuatan kepada kamu sekalian, maka berbukalah!" Maka ini merupakan keharusan, dan kamipun semuanya berbuka. Selanjutnya bila kami bepergian beserta Rasulullah SAW kami puasa ." ( H.R Ahmad, Muslim dan Abu Dawud).

5. Diriwayatkan dari Sa'id Al-Khudry ra, ia berkata: "Pada suatu hari kami pergi berperang beserta Rasulullah SAW di bulan Ramadhan. Di antara kami ada yang puasa dan diantara kami ada yang berbuka. Yang puasa tidak mencela yang berbuka, dan yang berbuka tidak mencela yang puasa. Mereka berpendapat bahwa siapa yang mendapati dirinya ada kekuatan lalu puasa, hal itu adalah baik dan barangsiapa yang mendapati dirinya lemah lalu berbuka, maka hal ini juga baik" (HR.Ahmad dan Muslim)

6. Dari Jabir bin Abdullah, bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW pergi menuju ke Makkah pada waktu fathu Makkah, beliau puasa sampai ke Kurraa'il Ghamiim dan semua pengikut yang menyertai beliau juga puasa. Lalu disampaikan kepada beliau bahwa orang-orang yang menyertai beliau merasa berat, tetapi mereka tetap berpuasa karena melihat apa yang Rasulullah amalkan (berpuasa). Maka beliau meminta segelas air lalu meminumnya. Sedang orang-orang yang melihat beliau lalu sebagian berbuka dan sebagian lainnya tetap puasa. Kemudian sampai ke telinga beliau bahwa masih ada yang tetap berpuasa. Maka beliaupun bersabda: "Mereka itu adalah durhaka." (H.R Tirmidzy).

7. Ucapan Ibnu Abbas: "Wanita yang hamil dan wanita yang menyusui apabila khawatir atas kesehatan anak-anak mereka, maka boleh tidak puasa dan cukup membayar fidyah memberi makan orang miskin." (Riwayat Abu Dawud – Hadits Shahih)

8. Diriwayatkan oleh Nafi' dari Ibnu Umar, bahwa sesungguhnya istrinya bertanya kepadanya (tentang puasa Ramadhan), sedang ia dalam keadaan hamil. Maka ia menjawab: "Berbukalah dan berilah makan sehari seorang miskin dan tidak usah mengqadha puasa." (Riwayat Baihaqi – Hadits Shahih).

9. Diriwayatkan dari Sa'id bin Abi 'Urwah dari Ibnu Abbas, beliau berkata: "Apabila seorang wanita hamil khawatir akan kesehatan dirinya dan wanita yang menyusui khawatir akan kesehatan anaknya jika ia melaksanakan puasa Ramadhan. Beliau berkata keduanya boleh berbuka (tidak puasa) dan harus memberi makan sehari seorang miskin dan tidak perlu mengqadha puasa." (HR.Ath-Thabari dengan sanad shahih di atassyarat Muslim, kitab Al-Irwa jilid IV hal. 19).

Kesimpulan-7:
Pelajaran yang dapat dipetik dari keterangan-keterangan di atas adalah bahwa orang mu'min yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak berpuasa Ramadhan, tetapi wajib mengqadha di bulan lain. Mereka itu adalah:
a. Orang sakit yang masih ada harapan sembuh.
b. Orang yang bepergian (Musafir).

Musafir yang merasa kuat boleh meneruskan puasa dalam safarnya, tetapi yang merasa lemah dan berat lebih baik berbuka, karena makruh hukumnya bila memaksakan diri untuk tetap puasa. Orang mu'min yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak mengerjakan puasa dan tidak wajib mengqadha, tetapi wajib fidyah (memberi makan sehari seorang miskin). Mereka adalah orang yang tidak lagi mampu mengerjakanpuasa karena:
a. Umur, sangat tua, lemah dan uzur,
b. Wanita yang menyusui dan khawatir akan kesehatan anaknya,
c. Wanita mengandung dan khawatir akan kesehatan dirinya,
d. Sakit menahun yang tidak ada harapan sembuh,
e. Orang yang sehari-hari kerjanya berat yang tidak mungkin mampu dikerjakan sambil puasa, dan tidak mendapat pekerjaan lain yang lebih ringan (Dalil 2, 7, 8 dan 9).

8. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

1. "Dan makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam (fajar), kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam." (QS. Al-Baqarah[2]: 187).

2. Dari Abu Hurairah ra, bahwa sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda: "Barangsiapa yang terlupa, sedang dia dalam keadaan puasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya. Hal itu karena sesungguhnya Allah hendak memberinya karunia makan dan minum." (Hadits Shahih, riwayat Al-Jama'ah kecuali An-Nasai).

3. Dari Abu Hurairah ra, bahwa sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda: "Barang siapa yang muntah dengan tidak sengaja, padahal ia sedang berpuasa, maka tidak wajib qadha (puasanya tetap sah), sedangkan barangsiapa yang berusaha sehinggga muntah dengan sengaja, maka hendaklah ia mengqadha (puasanya batal)." (H.R Abu Daud danAt-Tirmidziy)

4. Diriwayatkan dari Aisyah ra, beliau berkata: "Di saat kami berhaidh (datang bulan) di masa Rasulullah SAW, kami dilarang puasa dan diperintah untuk mengqadhanya dan kami tidak diperintah untuk mengqadha shalat." (H.R Bukhary Muslim).

5. Diriwayatkan dari Hafshah, ia berkata: "Telah bersabda Nabi SAW: "Barang siapa yang tidak berniat untuk puasa (Ramadhan) sejak malam, maka tidak ada puasa baginya." (H.R Abu Daud – Hadits shahih).

6. Telah bersabda Rasulullah SAW: "Bahwa sesungguhnya semua amal itu harus dengan niat." (H.R Bukhary Muslim).

7. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: "Sesungguhnya seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah SAW: "Ya Rasulullah, saya terlanjur berjima' dengan istri saya (di siang hari) padahal saya dalam keadaan puasa (Ramadhan), maka Rasulullah SAW bersabda: "Punyakah kamu seorang budak untuk dimerdekakan?" Ia menjawab: "Tidak." Rasulullah SAW bertanya: "Mampukah kamu puasa dua bulan berturut-turut?" Lelaki itumenjawab: "Tidak." Beliau bertanya lagi: "Punyakah kamu persediaan makanan untuk memberi makan enam puluh orang miskin?" Lelaki itumenjawab: "Tidak." Lalu beliau diam, maka ketika kami dalam keadaan semacam itu, Rasulullah datang dengan membawa satu keranjang kurma, lalu bertanya: "Di mana orang yang bertanya tadi?" seraya melanjutkan; "Ambilah kurma ini dan shadaqahkan dia." Maka orang tersebut bertanya:"Apakah kepada orang yang lebih miskin dari padaku ya Rasulullah? Demi Allah, tidak ada di antara sudut-sudutnya (Madinah) keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku." Maka Rasulullah SAW tertawa hingga terlihat gigi serinya kemudian bersabda: "Ambillah untuk memberi makan keluargamu!" (H.R Bukhary Muslim).

Kesimpulan-8:
Ayat dan hadits-hadits di atas menerangkan kepada kita bahwa hal-ha yang dapat membatalkan puasa (Ramadhan) di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Sengaja makan dan minum di siang hari. Bila terlupa makan dan minum di siang hari, maka tidak membatalkan puasa. (Dalil 2)
b. Sengaja membikin muntah, bila muntah dengan tidak sengaja, maka tidak membatalkan puasa. (Dalil 3)
c. Terbersit niat untuk berbuka saat sedang berpuasa (di siang hari) (Dalil 5 dan 6)
d. Dengan sengaja bersebadan dengan istri di siang hari Ramadhan. Khusus untuk hal ini, di samping puasanya batal, ia juga terkena hukum berupa memerdekakan seorang hamba, bila tidak mampu maka puasa dua bulan berturut-turut, dan bila tidak mampu, maka memberi makan enam puluh orang miskin (Dalil 7)
e. Datang bulan (haidh) di siang hari Ramadhan – sebelum waktu masuk Maghrib (Dalil 4).

9. HAL-HAL YANG BOLEH DIKERJAKAN WAKTU IBADAH PUASA


1. Diriwayatkan dari Aisyah ra, bahwa sesungguhnya Nabi SAW dalam keadaan junub sampai waktu Shubuh sedang beliau sedang dalam keadaan puasa, kemudian mandi. (H.R Bukhary Muslim).

2. Diriwayatkan dari Abi Bakar bin Abdurrahman, dari sebagian sahabat-sahabat Nabi SAW ia berkata kepadanya: Dan sungguh telah saya lihat Rasulullah SAW menyiram air di atas kepala beliau karena haus dan karena udara panas padahal beliau dalam keadaan puasa. (H.R Ahmad, Malik dan Abu Daud).

3. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, bahwa sesungguhnya Nabi SAW berbekam sedang beliau dalam keadaan puasa. (H.R Al-Bukhary) .

4. Diriwayatkan dari Aisyah ra, adalah Rasulullah SAW mencium (istrinya) sedang beliau dalam keadaan puasa dan bercumbu rayu dengan istrinya (tidak sampai bersebadan) sedang beliau dalam keadaan puasa, akan tetapi beliau adalah orang yang paling kuat menahan birahinya. (H.R Al-Jama'ah kecuali Nasa'i – Hadits shahih).

5. Diriwayatkan dari Abdullah bin Furuuj, bahwa sesungguhnya ada seorang wanita bertanya kepada Ummu Salamah ra. Wanita itu berkata: "Sesungguhnya suami saya mencium saya sedang dia dan saya dalam keadaan puasa, bagaimana pendapatmu? Maka ia menjawab: Adalah Rasulullah SAW pernah mencium saya, sedang beliau dan saya dalam keadaan puasa. (H.R Aththahawi dan Ahmad dengan sanad yang baik dengan mengikut syarat Muslim).

6. Diriwayatkan dari Luqaidh bin Shabrah, sesungguhnya Nabi SAW bersabda: "Apabila kamu beristinsyaaq (menghisap air ke hidung) keraskan, kecuali kamu dalam keadaan puasa." (H.R Ashhabus Sunan).

7. Perkataan ibnu Abbas: "Tidak mengapa orang yang puasa mencicipi cuka dan sesuatu yang akan dibelinya (H.R Ahmad dan Al-Bukhary).

Kesimpulan-9:
Hadits-hadits tersebut di atas memberi pelajaran kepada kita bahwahal-hal tersebut di bawah ini, bila diamalkan tidak membatalkan puasa:

a. Menyiram air ke atas kepala pada siang hari karena haus ataupun udara panas. Demikian pula menyelam ke dalam air pada siang hari.
b. Menta'khirkan mandi junub setelah adzan Shubuh (Dalil 1)
c. Berbekam pada siang hari. (Dalil 3)
d. Mencium, mencumbu istri tetapi tidak sampai berjima' di siang hari (Dalil 4 dan 5)
e. Beristinsyak (menghirup air kedalam hidung) terutama bila akan berwudhu, asal tidak dikuatkan menghirupnya. (Dalil 6).
f. Disuntik (dalam hal sakit) di siang hari.
g. Mencicipi makanan asal tidak ditelan (Dalil 7)

10. ADAB PUASA RAMADHAN


1. Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab ra, telah bersabda Rasulullah SAW: "Apabila malam sudah tiba dari arah sini dan siang telah pergi dari arah sini, sedang matahari sudah terbenam, maka orang yang puasa boleh berbuka." (H.R Bukhary Muslim).

2. Diriwayatkan dari Sahal bin Sa'ad, sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda: "Manusia (ummat Islam) masih dalam keadaan baik selama mentakjilkan (menyegerakan) berbuka." (H.R Bukhary Muslim).

3. Diriwayatakan dari Anas ra, ia berkata: "Rasulullah SAW berbuka dengan makan beberapa ruthaab (kurma basah) sebelum shalat, jika tidak ada, maka dengan kurma kering, dan jika itu pun tidak ada, maka dengan minum beberapa teguk air." (H.R Abu Daud dan Al-Hakiem).

4. Diriwayatkan dari Salman bin Amir, bahwa sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda: "Apabila salah seorang di antara kamu puasa hendaklah berbuka dengan kurma, bila tidak ada kurma hendaklah dengan air, sesungguhnya air itu bersih." (H.R Ahmad dan At-Tirmidzi).

5. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, adalah Nabi SAW selesai berbuka (puasa) lalu Beliau berdo'a (yang artinya) "Telah pergi rasa haus dan menjadi basah semua urat-urat dan pahala tetap ada, Insya Allah." (H.R Ad-Daaruquthni dan Abu Daud - Hadits Hasan).

6. Diriwayatkan dari Anas, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: "Apabila makan malam telah disediakan, maka mulailah makan sebelum shalat Maghrib, janganlah mendahulukan shalat daripada makan malam (yang sudah terhidang ) itu." (H.R Al-Bukhary dan Muslim)

7. Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda: "Makan sahurlah kalian karena sesungguhnya makan sahur itu berkah." (H.R Al-Bukhary).

8. Diriwayatkan dari Al-Miqdam bin Ma'di Yaqrib, dari Nabi SAW beliau bersabda: "Hendaklah kamu semua makan sahur, karena sahur adalah makanan yang penuh berkah." (H.R An-Nasa'i).

9. Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit yang berkata: "Kami bersahur bersama Rasulullah SAW kemudian kami bangkit untuk menunaikan shalat (Shubuh). Saya berkata: "Berapa saat jarak antara keduanya (antara waktu sahur dan waktu Shubuh) itu? Beliau berkata: "Selama orang membaca limapuluh ayat." (H.R Al-Bukhary dan Muslim).

10. Diriwayatkan dari Amru bin Maimun, ia berkata: Para sahabat Muhammad SAW adalah orang yang paling menyegerakan berbuka dan melambatkan makan sahur. (H.R Al-Baihaqi).

11. Telah bersabda Rasulullah SAW: "Apabila salah seorang di antara kamu mendengar adzan dan piring masih di tangannya janganlah diletakkan. Hendaklah ia menyelesaikan hajatnya (makan/minum sahur) daripadanya." (H.R Ahmad dan Abu Daud dan Al-Hakiem).

12. Diriwayatkan dari Abu Usamah ra, ia berkata: Shalat telah di'iqamahkan, sedang segelas minuman masih di tangan Umar ra. Beliaupun bertanya: "Apakah ini boleh saya minum wahai Rasulullah? Beliau menjawab: "Ya," Lalu ia meminumnya. (H.R Ibnu Jarir).

13. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: "Adalah Rasulullah SAW orang yang paling dermawan dan beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan. Ketika Jibril menemuinya, dan Jibril menemuinya pada setiap malam pada bulan Ramadhan untuk mentadaruskan beliau SAW Al-qur'an - dan benar-benar Rasulullah SAW lebih dermawan tentang kebajikan (cepat berbuat kebaikan) daripada angin yang dikirim." (H.R Al-Bukhary).

14. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: "Adalah Rasulullah SAW menggalakkan qiyamullail (shalat malam) di bulan Ramadhan tanpa memerintahkan secara wajib, maka beliau bersabda: "Barangsiapa yang shalat malam di bulan Ramadhan karena beriman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka diampuni baginya dosanya yang telah lalu." (H.R Jama'ah).

15. Diriwayatkan dari Aisyah ra, beliau berkata: "Sesungguhnya Nabi SAW apabila memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) beliau benar-benar menghidupkan malam (untuk beribadah) dan membangunkan istrinya (agar beribadah) dengan mengencangkan ikatan sarungnya (tidak menggauli istrinya)." (H.R Al-Bukhary dan Muslim).

16. Diriwayatkan dari Aisyah ra, ia bertata: "Adalah Nabi SAW bersungguh-sungguh shalat malam pada sepuluh hari terakhir (di bulan Ramadhan) tidak seperti kesungguhannya dalam bulan selainnya." (H.R Muslim).

17. Diriwayatkan dari Abu salamah din Abdur Rahman, sesungguhnya ia telah bertanya kepada Aisyah ra: "Bagaimana shalat malamnya Rasulullah SAW di bulan Ramadhan?" Maka ia menjawab: "Rasulullah SAW tidak pernah shalat malam lebih dari sebelas raka'at, baik di bulan Ramadhan maupun di bulan lainnya. Caranya: Beliau shalat empat raka'at– jangan tanya baik dan panjangnya, kemudian shalat lagi empat raka'at– jangan ditanya baik dan panjangnya, kemudian shalat tiga raka'at." (H.R Al-Bukhary, Muslim dan lainnya).

18. Diriwayatkan dari Aisyah ra, beliau berkata: "Adalah Rasulullah SAW apabila bangun shalat malam, beliau membuka dengan shalat dua raka'at yang ringan, kemudian shalat delapan raka'at, kemudian shalat witir." (H.R Muslim).

19. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata: "Ada seorang laki-laki berdiri lalu ia berkata: "Wahai Rasulullah bagaimana cara shalat malam?" Maka Rasulullah SAW menjawab: "Shalat malam itu dua raka'at dua raka'at. Apabila kamu khawatir masuk (waktu) shalat Shubuh, maka berwitirlah satu raka'at." (H.R Jama'ah).

20. Dari Aisyah ra, ia berkata: "Sesungguhnya Nabi SAW shalat di masjid, lalu para sahabat shalat sesuai dengan shalat beliau (bermakmum di belakang), lalu beliau shalat pada malam kedua dan para sahabat yang bermakmum di belakangnya bertambah banyak, kemudian pada malam yang ketiga atau yang keempat mereka berkumpul, maka Rasulullah SAW tidak keluar mengimami mereka. Paginya beliau bersabda: "Aku mengetahui apa yang kalian perbuat, tidak ada yang menghalangi aku untuk keluar kepada kalian (untuk mengimami shalat) melainkan aku khawatir shalat malam ini difardhukan atas kalian." Ini terjadi pada bulan Ramadhan. (H.R Al-Bukhary dan Muslim).

21. Dari Ubay bin Ka'ab t, ia berkata: "Adalah Rasulullah SAW shalat witir dengan membaca: "(Sabihisma Rabbikal A'la) dan (Qul yaayyuhal kafirun) dan (Qulhu wallahu ahad)." (H.R Ahmad, Abu Daud, Annasa'i dan Ibnu Majah).

22. Diriwayatkan dari Hasan bin Ali, ia berkata: "Rasulullah SAW telah mengajarkan kepadaku beberapa kata yang aku baca dalam qunut witir (yang artinya): "Ya Allah, berilah aku petunjuk beserta orang-orang yang telah engkau beri petunjuk, berilah aku kesehatan yang sempurna beserta orang yang telah engkau beri kesehatan yang sempurna, pimpinlah aku beserta orang yang telah Engkau pimpin, Berkatilah untukku apa yang telah Engkau berikan, peliharalah aku dari apa yang telah Engkau tentukan. Maka sesungguhnya Engkaulah yang memutuskan dan tiada yang dapat memutuskan atas Engkau, bahwa tidak akan hina siapa saja yang telah Engkau pimpin dan tidak akan mulia siapa saja yang Engkau musuhi. Maha agung Engkau wahai Rabb kami dan Maha Tinggi Engkau." (H.R Ahmad, Abu Daud, Annasa'i, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

23. Dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi SAW bersabda: "Barang siapa yang shalat malam menepati lailatul qadar, maka diampuni dosanya yang telah lalu." (H.R Jama'ah).

24. Diriwayatkan dari Aisyah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda: "Berusahalah untuk mencari lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir." (H.R Muslim).

25. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, ia berkata: "Dinampakkan dalam mimpi seorang laki-laki bahwa lailatul qadar pada malam keduapuluhtujuh, maka Rasulullah SAW bersabda: "Aku pun bermimpi seperti mimpimu, (ditampakkan pada sepuluh malamterakhir), maka carilah ia (lailatul qadar) pada malam-malam ganjil." (H.R Muslim)

26. Diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata: "Saya berkata kepada Rasulullah SAW: "Ya Rasulullah, bagaimana pendapat tuan bila saya mengetahui lailatulqadar, apa yang harus saya baca pada malam itu?" Beliau bersabda: "Bacalah (yang artinya) "Ya, Allah, sesungguhnya Engkau maha pemberi ampun, Engkau suka kepada keampunan maka ampunilah aku." (H.R At-Tirmidzi dan Ahmad).

27. Diriwayatkan dari Aisyah ra, beliau berkata: "Adalah Rasulullah SAW mengamalkan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan sampai beliau diwafatkan oleh Allah Azza wa Jalla." (H.R Al-Bukhary dan Muslim).

28. Diriwayatkan dari Aisyah ra, beliau berkata: "Adalah Rasulullah SAW apabila hendak beri'tikaf, beliau shalat shubuh kemudian memasuki tempat i'tikafnya." (H.R Jama'ah kecuali At-Tirmidzi).

29. Diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata: "Adalah Rasulullah SAW apabila beri'tikaf, beliau mendekatkan kepalanya kepadaku, maka aku menyisirnya, dan adalah beliau tidak masuk ke rumah kecuali karena untuk memenuhi hajat manusia (buang air, mandi dll) (H.R Al-Bukhary dan Muslim).

30. Allah ta'ala berfirman: "Janganlah kalian mencampuri mereka (istri-istri kalian) sedang kalian dalam keadaan i'tikaf dalam masjid. Itulah batas-batas ketentuan Allah, maka jangan di dekati ... " (QS.Al-Baqarah[2]: 187)

31. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: "Telah bersabda Rasulullah SAW: "Setiap amal anak bani Adam adalah untuknya kecuali puasa, ia adalah untukku dan aku yang memberikan pahala dengannya. Dan sesungguhnya puasa itu adalah benteng pertahanan, pada hari ketika kamu puasa janganlah berbuat keji, jangan berteriak-teriak (bertengkar), apabila seorang memakinya sedang ia puasa maka hendaklah ia katakan: "sesungguhnya saya sedang puasa." Demi jiwa Muhammad yang ada ditangan-Nya sungguh bau busuknya mulut orang yang sedang puasa itu lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat daripada kasturi. Dan bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan, apabila ia berbuka ia gembira dengan bukanya dan apabila ia berjumpa dengan Rabbnya ia gembira karena puasanya." (H.R Al-Bukhary dan Muslim).

32. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: "Sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda: "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan bohong dan amalan kebohongan, maka tidak ada bagi Allah hajat (untuk menerima) dalam hal ia meninggalkan makan dan minumnya." (H.R Jama'ah Kecuali Muslim).

* Maksud hadits ini adalah bahwa Allah tidak akan memberi pahala bagi puasanya.

33. Bahwa sesungguhnya Nabi SAW bersabda kepada seorang wanita Anshar yang sering di panggil Ummu Sinan: "Apa yang menghalangimu untuk melakukan haji bersama kami?" Ia menjawab: "Keledai yang ada pada kami yang satu dipakai oleh ayah si fulan (suaminya) untuk berhaji bersama anaknya sedang yang lain dipakai untuk memberi minum anak-anak kami." Nabi pun kemudian bersabda: "Umrah di bulan Ramadhan sama dengan mengerjakan haji atau haji bersamaku." (H.R Muslim).

34. Rasulullah SAW bersabda: "Apabila datang bulan Ramadhan, kerjakanlah umrah karena umrah di dalamnya (bulan Ramadhan ) setingkat dengan haji." ( H.R Muslim).

Kesimpulan-10:
Ayat dan hadits-hadits di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa dalam mengamalkan puasa Ramadhan kita perlu melaksanakan adab-adab sebagai berikut:

a. Berbuka apabila sudah masuk waktu Maghrib. (Dalil: 6) Sunnah berbuka adalah sbb:

  • Disegerakan, yakni sebelum melaksanakan shalat Maghrib dengan makanan yang ringan seperti kurma, atau air saja, setelah itu baru melaksanakan shalat. (Dalil 2, 3 dan 4),
  • Apabila makan malam sudah dihidangkan, maka sebaiknya segera makan, jangan shalat dahulu. (Dalil 6),
  • Setelah berbuka, berdo'a dengan do'a sebagai berikut (yang artinya): "Telah hilang rasa haus, dan menjadi basah semua urat-urat dan pahala tetap wujud, insya Allah." (Dalil 5).

b. Makan sahur (Dalil 7 dan 8). Adapun adab sahur di antaranya adalah:

  • Dilambatkan sampai akhir malam mendekati Shubuh. (Dalil 9 dan 10),
  • Apabila pada tengah makan atau minum sahur lalu mendengar adzan Shubuh, maka sahur boleh diteruskan sampai selesai, tidak perlu dihentikan di tengah sahur meskipun sudah masuk waktu Shubuh. (Dalil 11 dan 12 )
  • Imsak tidak ada sunnahnya, dan tidak pernah diamalkan pada zaman sahabat maupun tabi'in.

c. Lebih bersifat dermawan (banyak memberi, banyak bershadaqah, banyak menolong) dan banyak membaca al-qur'an (Dalil 13).

d. Menegakkan shalat malam atau shalat Tarawih dengan berjama'ah. Dan shalat Tarawih ini lebih digiatkan lagi pada sepuluh malam terakhir (hari ke-20 sampai akhir Ramadhan). (Dalil 14, 15 dan 16). Sedangkan adab shalat Tarawih adalah:

  • Dengan berjama'ah. (Dalil 19)
  • Tidak lebih dari sebelas raka'at yakni salam tiap dua raka'at dikerjakan empat kali, atau salam tiap empat raka'at dikerjakan dua kali dan ditutup dengan witir tiga raka'at. (Dalil 17)
  • Dibuka dengan dua raka'at yang ringan. (Dalil 18)
  • Bacaan dalam witir: Raka'at pertama: Sabihisma Rabbika. Raka't kedua: Qulyaa ayyuhal kafirun. Raka'at ketiga: Qulhuwallahu ahad. (Dalil 21)
  • Membaca do'a qunut dalam shalat witir. (Dalil 22 )

e. Berusaha menepati lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir, terutama pada malam-malam tanggal ganjil. Bila dirasakan mendapatkan lailatul qadar hendaklah lebih giat beribadah dan membaca: "Ya Allah, Engkaulah pengampun, suka kepada keampunan, maka ampunilah aku. (Dalil25 dan 26).

f. Mengerjakan i'tikaf pada sepuluh malam terakhir (Dalil 27) dengan adab sebagai berikut:

  • Setelah shalat Shubuh lalu masuk ke tempat i'tikaf di masjid (Dalil 28),
  • Tidak keluar dari tempat i'tikaf kecuali ada keperluan yang mendesak (Dalil 29),
  • Tidak mencampuri istri dimasa i'tikaf (Dalil 30),

g. Mengerjakan umrah. (Dalil 33 dan 34).
h. Menjauhi perkataan dan perbuatan keji dan menjauhi pertengkaran (Dalil 31 dan 32).

Demikianlah serba sedikit panduan Puasa Ramadhan yang dapat kamisampaikan sebagai rujukan bagi kita semua, khususnya umat muslim dan muslimat yang sedang melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Semoga setiap ibadah antum sekalian di bulan suci yang dimuliakan Allah SWT ini mendapatkan ridha dan ganjaran berlimpah dari Yang Maha Rahman, dan Maha Rahim.
Amin ya, Rabbal 'Alamin.


[Oleh Ustadz Abu Rasyid]
Lebih jauh tentang puasa Ramadhan, silahkan simak juga di sini


DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Qur'anul Kariem
2. Tafsir Aththabariy.
3. Tafsir Ibnu Katsier.
4. Irwaa-Ul Ghaliel, Nashiruddin Al-Albani.
5. Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq.
6. Tamaamul Minnah, Nashiruddin Al-Albani.

Anda mungkin perlu baca yang ini juga

0 comments: